Semangat dan Komitmen Kebangsaan Pendiri Negara
Bangsa Indonesia lahir dan bangkit
melalui sejarah perjuangan bangsa yang pernah dijajah oleh Belanda dan Jepang. Akibat
penjajahan, bangsa Indonesia sangat menderita, tertindas lahir dan batin, mental dan
materiil, mengalami kehancuran di bidang ekonomi, politik, sosial, budaya, dan
pertahanan keamanan hingga sisa-sisa kemegahan dan kejayaan Nusantara seperti
Sriwijaya dan Majapahit yang dimiliki rakyat di bumi pertiwi,
sirna dan hancur
tanpa sisa. Sejarah Indonesia meliputi
suatu rentang waktu
yang sangat panjang
dimulai sejak zaman Prasejarah berdasarkan penemuan ”Manusia Jawa”. Secara geologi, wilayah Nusantara merupakan pertemuan antara tiga
lempeng benua, yaitu
Lempeng Eurasia, Lempeng Indo-Australia, dan Lempeng Pasifik. Para cendekiawan India
telah menulis tentang
Dwipantara atau kerajaan Hindu Jawa Dwipa
di pulau Jawa dan Sumatera sekitar
200 SM. Bukti
fisik awal yang menyebutkan
mengenai adanya dua kerajaan bercorak Hinduisme pada abad ke-5, yaitu Kerajaan Tarumanagara
yang menguasai Jawa Barat dan
Kerajaan Kutai di pesisir Sungai Mahakam, Kalimantan. Pada abad ke-4
hingga abad ke-7,
di wilayah Jawa Barat
terdapat kerajaan bercorak Hindu-Budha, yaitu Kerajaan Tarumanagara yang dilanjutkan dengan Kerajaan Sunda sampai
abad ke-16. Pada masa abad ke-7 hingga
abad ke-14, Kerajaan Buddha Sriwijaya berkembang pesat di Sumatera yang beribu kota
di Palembang. Pada puncak
kejayaannya, Sriwijaya menguasai daerah sejauh Jawa Barat dan Semenanjung Melayu.
Selanjutnya, abad
ke-14 juga menjadi
saksi bangkitnya sebuah
kerajaan Hindu di Jawa Timur, Majapahit. Patih Majapahit antara
tahun 1331 hingga
1364, Gajah Mada berhasil
memperoleh kekuasaan atas wilayah yang kini sebagian
besarnya adalah
Indonesia beserta hampir
seluruh Semenanjung Melayu.
Kejayaan Sriwijaya dan Majapahit merupakan sejarah awal pengenalan wilayah kepulauan Nusantara yang
merupakan tanah air
bangsa Indonesia. Sebutan
nusantara diberikan oleh seorang pujangga
pada masa Kerajaan
Majapahit, kemudian pada masa penjajahan Belanda, sebutan ini
diubah oleh pemerintah Belanda menjadi Hindia Belanda.
Dalam buku Empat Pilar
Kehidupan Berbangsa dan Bernegara (2012)
dijelaskan bahwa Indonesia berasal
dari bahasa latin
indus dan nesos yang berarti
India dan pulau-pulau. Indonesia merupakan
sebutan yang diberikan
untuk pulau-pulau yang ada
di Samudra India
dan itulah yang dimaksud sebagai
satuan pulau yang kemudian
disebut dengan Indonesia.
Pada tahun 1850, George Windsor Earl seorang etnolog Inggris mengusulkan istilah Indunesians dan preperensi Malayunesians untuk penduduk kepulauan Hindia atau Malayan Archipelago. Kemudian, seorang mahasiswa bernama Earl James Richardison Logan menggunakan Indonesia sebagai sinonim untuk Kepulauan Hindia. Namun, di kalangan akademik Belanda, di Hindia Timur enggan menggunakan Indonesia. Sebaliknya, mereka menggunakan istilah Melayu Nusantara (Malaische Archipel).
Sejak tahun 1900, nama Indonesia menjadi lebih umum di kalangan akademik
di luar Belanda,
dan golongan nasionalis Indonesia menggunakan nama Indonesia untuk ekspresi politiknya.
Adolf Bastian dari Universitas Berlin memopulerkan nama Indonesia melalui
bukunya Indonesien oder die
inseln des malayischen arcipels (1884-1894). Kemudian, sarjana bahasa Indonesia
pertama yang menggunakan nama Indonesia adalah
Suwardi Suryaningrat (Ki Hajar Dewantara) ketika ia mendirikan kantor berita di Belanda dengan
nama Indonesisch Pers-Bureau
di tahun 1913.
Penduduk yang hidup
di wilayah Nusantara menempati ribuan pulau. Nenek moyang masyarakat Nusantara
hidup dalam tata masyarakat yang teratur, bahkan
dalam bentuk sebuah kerajaan kuno, seperti Kutai yang
berdiri pada abad IV di Kalimantan Timur, Tarumanegara di Jawa Barat, dan Kerajaan Cirebon
pada abad XV (Setidjo, Pandji,
2009). Kemudian, beberapa abad setelah itu, berdiri Kerajaan
Sriwijaya pada abad
V, Kerajaan Majapahit pada
abad XIII, dan Kerajaan Mataram pada abad VII.
Kerajaan Sriwijaya, Majapahit dan Mataram
menunjukkan kejayaan yang di-
miliki wilayah Nusantara. Pada waktu itu,
sejarah mencatat bahwa
wilayah Nusantara berhasil dipersatukan dan mengalami kemakmuran yang dirasakan seluruh
rakyat.
Mengenai sejarah Nusantara ini, Bung Karno pernah menyampaikan bahwa:
”Kita hanya dua kali mengalami nationale staat,
yaitu di zaman Sriwijaya dan di zaman
Majapahit... nationale staat hanya Indonesia seluruhnya, yang telah berdiri di zaman
Sriwijaya dan Majapahit dan yang kini pula kita harus dirikan
bersama-sama.” (Pidato ”Lahirnya Pacasila” yang disampaikan Bung Karno di depan Dokuritsu
Junbi Tyoosakai pada 1 Juni 1945).
Kerajaan Majapahit merupakan cikal bakal
negara Indonesia. Majapahit yang keberadaannya sekitar
abad XIII sampai abad XV adalah kerajaan besar yang sangat berjaya, terlebih
pada masa pemerintahan Mahapatih Gajah Mada yang wafat di
sekitar 1360-an. Gajah Mada adalah Mahapatih Majapahit yang sangat disegani, dialah yang berhasil
menyatukan Nusantara yang terkenal dengan ”Sumpah Palapa”
(sumpah yang menyatakan tidak
akan pernah beristirahat atau berhenti
berpuasa sebelum Nusantara bersatu).
Sumpah Palapa yang
dinyatakan Gajah Mada merupakan bukti semangat yang kuat untuk menggapai
cita-cita pribadi maupun cita-cita Kerajaan Majapahit untuk mempersatukan Nusantara. Semangat mengandung arti tekad dan dorongan hati yang
kuat untuk menggapai keinginan atau hasrat tertentu. Komitmen adalah sikap
dan perilaku yang
ditandai oleh rasa memiliki, memberikan perhatian, serta melakukan usaha untuk
mewujudkan harapan dan
cita-cita dengan sungguh-sungguh. Seseorang yang memiliki komitmen terhadap bangsa adalah orang
yang akan mendahulukan kepentingan bangsa dan negara
di atas kepentingan pribadi dan golongan.
Para pendiri
negara merupakan contoh
yang baik dari
orang-orang yang memiliki semangat yang kuat dalam
membuat perubahan, yaitu
perubahan dari negara
terjajah menjadi negara yang merdeka dan sejajar dengan
negara-negara lain di dunia. Salah satu pendiri negara
memiliki semangat untuk
memperbaiki kehidupan yang
lebih baik bagi diri, bangsa, dan negara.
Berikut ini kalian dapat
mengkaji bagaimana keras
dan sulitnya perjuangan pendiri negara, yaitu Ir. Soekarno dan Mohammad Hatta dalam
memperjuangkan kemerdekaan bangsa Indonesia.
a.
Ir.
Soekarno
Presiden
pertama Republik Indonesia, Soekarno yang biasa dipanggil Bung Karno, lahir di Blitar, Jawa Timur, 6 Juni 1901 dan meninggal
di Jakarta, 21 Juni 1970. Ayahnya bernama Raden
Soekemi Sosrodihardjo dan
ibunya Ida Ayu Nyoman Rai. Masa kecil Soekarno hanya beberapa tahun hidup bersama
orang tuanya di Blitar.
Semasa SD hingga tamat, beliau tinggal di Surabaya, indekos
di rumah Haji Oemar
Said Tokroaminoto, politisi kawakan pendiri
Syarikat Islam. Kemudian, beliau melanjutkan sekolah
di HBS (Hoogere Burger School).
Saat belajar di HBS,
Soekarno telah menggembleng jiwa nasionalismenya.
Selepas lulus HBS tahun 1920, Soekarno pindah ke Bandung dan melanjut ke THS (Technische Hoogeschool atau sekolah Tekhnik Tinggi
yang sekarang menjadi
ITB). Ia berhasil meraih gelar ”Ir” pada 25 Mei 1926.
Perjuangan
Ir. Soekarno didasarkan semangat dan
komitmen akan kemerdekaan Indonesia. Untuk meraih
kemerdekaan, pergerakan perjuangan harus terorganisasi. Maka, bersama teman-temannya, Ir. Soekarno pada
tanggal 4 Juli
1927 mendirikan men- dirikan PNI (Partai Nasional lndonesia) pada tanggal 4 Juli 1927.
Komitmen dan perjuangan Soekarno untuk kemerdekaan menyebabkan Soekarno ditangkap dan pada tanggal 30 Desember 1929
Soekarno dijebloskan ke
penjara Banceuy, Bandung.
Di penjara Banceuy, Ir. Soekarno mendekam selama
delapan bulan atas tuduhan pemberontakan.
Soekarno yang menjabat Ketua PNI dijebloskan ke Penjara Banceuy bersama
rekan satu pergerakannya, yaitu R. Gatot Mangkoepradja (Sekretaris II PNI Pusat
PNI), Maskoen Soemadiredja (Sekretaris II Cabang Bandung), dan Soepriadinata
(Anggota PNI Cabang Bandung). Di
penjara itu Banceuy, Soekarno menempati sel nomor 5 yang hanya berukuran 2,5 × 1,5 meter dan berisi kasur lipat juga toilet
nonpermanen. Ruangan pengap dan gelap dalam
penjara Banceuy tidak
meruntuhkan semangat dan
komitmen Ir. Soekarno untuk terus berjuang bagi kemerdekaan Indonesia. Pada tahun 1930, Ir. Soekarno di- pindahkan ke Penjara Sukamiskin, Bandung.
Soekarno kembali harus me- rasakan lembabnya salah satu sel dari 552 sel yang ada di Sukamiskin. Di kamar TA
01, Ir. Soekarno menyusun
pledoi (pembelaan) yang berjudul Indonesia
Menggugat ditulis dengan beralaskan penutup dari
closet duduk yang
dijadikan meja untuk menulis di dalam cahaya yang terbatas. Pledoi tersebut dibacakan dalam persidangan di gedung pengadilan kolonial (Lanraad) Bandung. Soekarno dalam pembelaannya yang berjudul Indonesia Menggugat, meng- ungkapkan bahwa bangsa Belanda se- bagai bangsa yang serakah yang telah menindas
dan merampas kemerdekaan Indonesia. Pembelaan itu membuat Belanda makin marah sehingga
PNI bentukan Soekarno dibubarkan pada bulan
Juli 1930. Setelah
keluar dari penjara,
ia kemudian bergabung dengan Partindo karena ia sudah tidak memiliki partai
lagi, Soekarno kemudian didaulat sebagai pemimpin Partindo,
tetapi ia kembali ditangkap oleh Belanda dan kemudian diasingkan
ke Flores dan empat tahun kemudian ia dibuang ke Bengkulu dan dibebaskan tahun 1942 menjelang kedatangan penjajahan Jepang.
Setelah Indonesia
merdeka pada tanggal
17 Agustus 1945, bukan berarti
per- juangan
Soekarno berakhir. Pada tahun 1948, Soekarno setelah
Agresi Militer Belanda II, Soekarno kembali diasingkan ke Parapat,
Sumatera Utara. Dari Parapat, Soekarno
kemudian dipindahkan ke Bukit Manumbing, Bangka.
Penjara, dibuang, dan
hidup dalam penderitaan tidak membuat semangat dan tekad Soekarno untuk kemerdekaan dan kejayaan bangsa
Indonesia surut. Komitmen untuk hidup berjuang
menciptakan perubahan yang lebih baik sudah seharusnya ada dalam diri seluruh
bangsa Indonesia. Penderitaan anggaplah sebagai sebuah tantangan untuk menjadi lebih baik.
b. Mohammad Hatta
Dr. H. Mohammad
Hatta lahir di Bukittinggi, 12 Agustus 1902.
Moh. Hatta merupa- kan organisatoris, aktivis partai politik, negarawan, proklamator, pelopor koperasi, dan wakil presiden
pertama di Indonesia.
Kiprahnya di bidang politik
dimulai saat ia terpilih menjadi
bendahara Jong Sumatranen Bond wilayah Padang pada
tahun 1916. Pengetahuan politiknya berkembang dengan cepat saat Hatta sering menghadiri berbagai ceramah
dan pertemuan-pertemuan politik. Secara
berkelanjutan, Hatta melanjutkan
kiprahnya terjun di dunia politik.
Sampai
pada tahun 1921, Hatta menetap di
Rotterdam, Belanda dan bergabung dengan sebuah perkumpulan pelajar
tanah air yang ada di Belanda, Indische Vereeniging. Mulanya, organisasi tersebut hanyalah merupakan organisasi per- kumpulan bagi pelajar,
tetapi segera berubah
menjadi organisasi pergerakan kemerdekaan saat tiga tokoh Indische
Partij (Suwardi Suryaningrat, Douwes Dekker, dan Tjipto Mangunkusumo) bergabung
dengan Indische Vereeniging yang kemudian
berubah nama menjadi
Perhimpunan Indonesia (PI). Di Perhimpunan Indonesia, Hatta mulai meniti karier di jenjang politiknya sebagai
bendahara pada tahun 1922 dan menjadi ketua pada tahun 1925. Saat terpilih menjadi Ketua PI, Hatta mengumandangkan
pidato inagurasi yang berjudul ”Struktur Ekonomi Dunia dan Pertentangan Kekuasaan”.
Pada tahun 1927, Hatta bergabung
dengan Liga Menentang Imperialisme dan
Kolonialisme di Belanda dan berkenalan dengan aktivis nasionalis India, Jawaharhal Nehru. Aktivitas politik
Hatta pada organisasi ini
menyebabkan dirinya ditangkap tentara Belanda bersama dengan Nazir St.
Pamontjak, Ali Sastroamidjojo, dan Abdul Madjid Djojodiningrat Selanjutnya, pada tahun 1932, Hatta kembali ke Indonesia. Bulan September
1932, Bung Hatta berjumpa
Bung Karno untuk pertama kalinya. Sejak itu, keduanya seperti dipertautkan alam, berjuang bersama membela Tanah Air.
Pada tahun 1933, Soekarno diasingkan ke Ende, Flores. Aksi ini menuai
reaksi keras Hatta. Ia mulai menulis
mengenai pengasingan Soekarno pada berbagai media. Akibat aksi Hatta inilah pemerintah kolonial Belanda mulai
memusatkan perhatian pada Partai Pendidikan Nasional Indonesia dan menangkap para
pimpinan partai yang selanjutnya diasingkan ke Digul, Papua.
Pada masa
pengasingan di Digul,
Hatta aktif menulis di berbagai surat
kabar. Ia juga rajin membaca
buku yang ia bawa dari Jakarta untuk
kemudian diajarkan kepada teman-temannya. Selanjutnya, pada tahun 1935,
saat pemerintahan kolonial
Belanda berganti, Hatta dan
Sjahrir dipindahlokasikan ke Bandaneira. Di sanalah, Hatta dan Sjahrir mulai memberi pelajaran kepada anak-anak
setempat dalam bidang sejarah, politik, dan lainnya.
Setelah delapan
tahun diasingkan, Hatta dan
Sjahrir dibawa kembali
ke Sukabumi pada tahun 1942. Selang satu bulan, pemerintah kolonial Belanda menyerah
pada Jepang.
Pada saat itulah,
Hatta dan Sjahrir dibawa
ke Jakarta. Setelah Agresi Militer
II tanggal 19 Desember 1948, Soekarno dan Hatta ditangkap
dan diasingkan ke Giri Sasana Menumbing, di Muntok, Kabupaten
Bangka Barat. Selain Bung Karno
dan Hatta, sejumlah
tokoh nasional juga diasingkan di bangunan
yang terletak di pucuk Gunung Menumbing. Sekretaris
Negara Pringgodigdo, Menteri Luar Negeri Agus Salim, Menteri Pengajaran Ali
Sastroamidjojo, Ketua Badan
KNIP Mr Assaat,
Wakil Perdana Menteri Mr Moh Roem
dan Kepala Staf Angkatan
Udara Komodor Udara S. Suryadarma merupakan tokoh-tokoh yang bersama Soekarno
dan Hatta diasingkan di Bangka. Pada tanggal 14 Maret 1980, Hatta wafat di RSUD dr. Cipto Mangunkusumo.
Karena perjuangannya bagi Republik Indonesia sangat besar,
Hatta mendapatkan anugerah tanda kehormatan tertinggi ”Bintang Republik
Indonesia Kelas I” yang
diberikan oleh Presiden Soeharto.
Semangat dan komitmen
kebangsaan bukan hanya ditunjukkan oleh Soekarno dan Moh. Hatta. Banyak
tokoh pendiri negara
lainnya yang memiliki
semangat dan komitmen kebangsaan yang kuat.
B. Bentuk-Bentuk
Semangat dan Komitmen Kebangsaan yang Ditunjukkan Pendiri Negara
Sebelumnya,
kalian telah mempelajari bagaimana pendiri negara berjuang merebut dan mempertahankan kemerdekaan. Selanjutnya, marilah
kita merefleksi diri masing-masing apakah kita termasuk orang yang bersemangat
dalam mengejar cita-cita? Janganlah
kita sebagai pelajar berharap sesuatu itu terjadi tanpa ada usaha untuk mendapatkanya. Semangat mengandung arti tekad dan dorongan hati yang kuat untuk menggapai keinginan atau hasrat tertentu.
Para pendiri negara bersemangat berjuang
untuk kemerdekaan Indonesia. Pelajar
bersemangat belajar untuk menyongsong masa depan dan untuk pembangunan bangsa Indonesia. Apabila kita maknai
lebih jauh tentang
semangat dan komitmen
kebangsaan, pendiri negara
memiliki jiwa, semangat, dan nilai-nilai yang sangat tinggi terhadap bangsa dan negara. Jiwa, semangat, dan komitmen dalam
perjuangan merebut kemerdekaan disebut juga sebagai nilai-nilai kejuangan 45. Masalahnya, apakah dalam alam kemerdekaan, nilai-nilai 45 perlu terus digelorakan? Untuk siapa, di
mana, kapan, mengapa dan bagaimana manfaatnya? Dengan
memahami nilai-nlai 45 diharapkan bisa menjawab masalah
tersebut.
Jiwa, semangat, dan
nilai-nilai kejuangan bangsa Indonesia tidak lahir seketika, tetapi merupakan proses perkembangan sejarah dari
zaman ke zaman. Artinya, bahwa embrio nilai itu sudah ada dari zaman kerajaan, hanya belum muncul
dan dirumuskan. Barulah tercapainya titik kulminasi atau titik
puncak pada tahun
1945 nilai-nilai itu disepakati sebagai
dasar/landasan/kekuatan dan daya dorong bagi para
pendiri Republik Indonesia.
Untuk memperoleh
gambaran tentang nilai-nilai 45 yang berkembang pada setiap zamannya, diadakan periodisasi sebagai berikut.
1)
Periode I: Masa sebelum
Pergerakan Nasional
Sejak dahulu,
Nusantara dimiliki oleh kerajaan yang merdeka dan berdaulat.
Kehidupan dalam kerajaan
juga diisi oleh kerukunan dan kedamaian antara pemeluk agama, baik Hindu, Buddha,
Islam, Katolik, Kristen,
Konghucu dan Penganut
Kepercayaan. Pada waktu itu, sudah mulai timbul
jiwa, semangat, dan nilai-nilai kejuangan, yaitu kesadaran harga diri,
jiwa merdeka, ketakwaan kepada
Tuhan Yang Maha Esa, dan kerukunan hidup umat beragama serta kepeloporan dan keberanian.
2)
Periode II: Masa Pergerakan Nasional
Sebelum perjuangan di masa pergerakan nasional perjuangan masih
bersifat kedaerahan. Perlawanan di wilayah Nusantara
yang bersifat kedaerahan seperti dilakukan Sultan Hasanuddin (1633-1636), Kapitan Pattimura (1817), Pangeran Diponegoro (1825-1830), dan masih banyak lagi. Namun, perlawanan masih bersifat lokal dan tidak ada koordinasi sehingga mampu dipatahkan oleh Belanda.
Dalam masa pergerakan nasional
jiwa merdeka makin
menggelora. Rasa harga diri bangsa yang tidak mau dijajah menggugah semangat mereka dan perlawanan seluruh masyarakat terhadap
penjajah untuk berusaha
merebut kembali kedaulatan dan kehormatan bangsa.
Timbullah jiwa, semangat,
dan nilai-nilai kejuangan, nilai harkat dan martabat manusia,
jiwa dan semangat kepahlawanan, kesadaran antipenjajah/penjajahan,
kesadaran persatuan dan kesatuan perjuangan.
Tahap
awal perjuangan nasional ditandai dengan lahirnya Budi
Utomo (1908), Serikat Dagang Islam/Serikat Islam (1912). Pada
Tahun 1928, terjadilah
Sumpah Pemuda yang merupakan
manifestasi tekad dan keinginan bangsa Indonesia dalam menemukan dan menentukan identitas, rasa harga diri sebagai
bangsa, rasa solidaritas menuju persatuan dan kesatuan bangsa
lalu menjurus pada kemerdekaan dan kedaulatan bangsa.
Jepang menjajah
Indonesia tahun 1942-1945. Akibat penjajahan Jepang, rakyat Indonesia mengalami penderitaan. Namun, penggemblengan pemuda dapat
menimbulkan semangat yang kukuh dan memupuk militansi yang tinggi untuk merdeka. Penggemblengan oleh Jepang menimbulkan
hikmah dan manfaat untuk merebut kemerdekaan. Tahap perjuangan antara kebangkitan nasional dan akhir
masa penjajahan Jepang merupakan
persiapan kemerdekaan. Jiwa, semangat, dan nilai-nilai kejuangan makin menggelora.
3)
Periode III: Masa Proklamasi dan Perang
Kemerdekaan
Pada tanggal
17 Agustus 1945, bangsa Indonesia
memproklamasikan kemer- dekaannya. Lahirnya negara Republik Indonesia tidak
diterima pihak Belanda. Belanda ingin
menjajah kembali. Mulailah bangsa Indonesia
melakukan perjuangan dalam segala bidang.
Bangsa Indonesia mencintai
perdamaian tetapi lebih mencintai kemerdekaan. Oleh karenanya, bangsa
Indonesia berjuang dengan mengangkat senjata, berjuang dalam bidang politik dan melakukan diplomasi. Perjuangan mempertahankan kemerdekaan
melahirkan nilai-nilai operasi- onal yang memperkuat jiwa, semangat, dan
nilai-nilai kejuangan, terutama rasa
harga diri sebagai bangsa yang merdeka, semangat
untuk berkorban demi tanah
air, bangsa dan negara.
Perjuangan bangsa Indonesia sampai ke periode
ketiga ini diberi nama sebagai Jiwa,
Semangat, dan nilai-nilai 45.
4)
Periode IV: Masa Perjuangan Mengisi
Kemerdekaan.
Perjuangan masa ini
tidak terbatas waktu karena perjuangan bermaksud mencapai tujuan akhir
nasional seperti yang tercantum dalam
UUD 1945. Dalam periode ini, jiwa, semangat, dan nilai-nilai
kejuangan yang berkembang sebelumnya tetap
lestari, yaitu nilai-nilai dasar yang terdapat
pada Pancasila, Proklamasi Kemerdekaan 17 Agustus 1945. Nilai yang mengalami
perubahan adalah nilai operasional. Dalam masa
perjuangan mengisi kemerdekaan, kemungkinan nilai-nilai semangat juang akan bertambah. Secara kualitatif, kemungkinan akan
mengalami perubahan- perubahan sesuai dinamika dan kreativitas dalam kehidupan
bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara. Pada saat ini, tantangan
kehidupan berbangsa dan bernegara tidaklah
kecil. Tantangan menjaga keutuhan dan kejayaan bangsa dapat datang dari dalam dan luar negeri. Malas, korupsi,
pemberontakan, dan krisis ekonomi merupakan tantangan yang berasal dari dalam dan harus dihadapi oleh
seluruh anggota masyarakat. Penjajahan secara fisik pada saat ini kemungkinannya sangat kecil terjadi,
tetapi ancaman dari luar
yang bersifat nonfisik seperti gaya hidup, datangnya
ajaran yang tidak
sesuai dengan Pancasila janganlah dianggap sebelah
mata. Untuk menghadapi semua tantangan tersebut, jiwa dan semangat 45 patut kiranya untuk tetap dipertahankan.
Semangat 45 adalah dorongan dan manifestasi dinamis dari jiwa 45 yang
membangkitkan kemauan untuk berjuang merebut kemerdekaan bangsa, menegakkan kedaulatan rakyat serta mengisi
dan mempertahankannya. Nilai-nilai yang terdapat dalam Pancasila, Proklamasi
kemerdekaan 17 Agustus 1945 dan UUD 1945 merupakan nilai dasar dari jiwa dan semangat 45. Nilai-nilai
45 lahir dan berkembang dalam perjuangan bangsa
Indonesia dan merupakan daya dorong mental spiritual yang kuat untuk mencapai kemerdekaan. Tujuan Pembukaan Undang-Undang
Dasar 1945 adalah
sebagai berikut.
1) Ketakwaan kepada Tuhan Yang
Maha Esa
2) Jiwa
dan semangat merdeka
3) Nasionalisme
4) Patriotisme
5) Rasa harga diri sebagai
bangsa yang merdeka
6) Pantang
mundur dan tidak kenal menyerah
7) Persatuan
dan kesatuan
8) Anti penjajah dan penjajahan
9) Percaya kepada diri sendiri
dan atau percaya kepada kekuatan dan kemampuan
sendiri
10) Percaya
kepada hari depan yang gemilang
dari bangsanya
11)
Idealisme kejuangan yang tinggi
12)
Berani,
rela dan ikhlas
berkorban untuk tanah
air, bangsa, dan negara
13)
Kepahlawanan
14) Sepi ing pamrih rame ing gawe
15)
Kesetiakawanan, senasib sepenanggungan, dan kebersamaan
16)
Disiplin yang tinggi
17) Ulet dan tabah menghadapi segala macam ancaman,
tantangan, hambatan, dan gangguan
C. Negara
Kesatuan Republik Indonesia sebagai Satu Kesatuan
Jiwa
dan semangat para pendiri negara yang dioperasionalkan
dalam jiwa dan semangat 45 dimaksudkan untuk menjaga tetap tegaknya negara kesatuan Republik Indonesia. Pasal 1 ayat (1) UUD Negara Republik Indonesia
Tahun 1945 menyatakan ”Negara
Indonesia ialah Negara Kesatuan,
yang berbentuk Republik” dan Pasal 37 ayat
(5) menegaskan ”Khusus mengenai bentuk
Negara Kesatuan Republik
Indonesia tidak dapat dilakukan perubahan”.
Majelis Permusyawaratan Rakyat telah membuat ketetapan
bahwa Negara Kesatuan Republik
Indonesia tidak boleh diganggu gugat. Bentuk negara kesatuan bagi Indonesia
sudah dianggap final. Bagaimana bentuk kesatuan Indonesia, dapat diawali dengan
pemahaman bahwa walaupun
bangsa Indonesia terdiri
atas berbagai suku, bangsa Indonesia adalah satu kesatuan. Menurut data Badan
Pusat Statistik yang dilaksanakan pada tahun 2010,
di Indonesia terdapat 1.128 suku bangsa. Kesatuan itu dapat
dipandang dari 4 segi, yaitu
politik, pertahanan keamanan, ekonomi, dan sosial budaya.
1
Indonesia sebagai Satu Kesatuan Politik
Sebagai satu kesatuan
politik, Negara Kesatuan Republik Indonesia
meletakkan Pancasila sebagai dasar
dan falsafah serta
ideologi bangsa dan negara, melandasi, membimbing, dan mengarahkan bangsa menuju tujuan
nasional negara. Pancasila adalah dasar Indonesia
yang tidak boleh di ganggu gugat oleh siapa pun, baik itu dari
luar Indonesiamaupundaridalam, yaiturakyat Indonesiaitusendiri. Secarapsikologis,
bangsa Indonesia harus merasa bahwa
mereka adalah senasib,
sepenanggungan, sebangsa, dan setanah
air, serta satu dalam
tekad untuk mencapai cita-cita bangsa. Seluruh kepulauan Nusantara ini merupakan satu
kesatuan hukum.
2
Indonesia sebagai Satu Kesatuan Wilayah
Seluruh wilayah
Indonesia dengan segala isi dan kekayaan yang terkandung di dalamnya merupakan satu kesatuan wilayah,
wadah, ruang hidup
dan kesatuan yang mutlak bagi seluruh bangsa
Indonesia. Ini menjadi
modal dan milik bersama bangsa. Indonesia yang juga terdiri
atas berbagai macam
suku dan berbicara dalam berbagai
bahasa daerah, memeluk dan meyakini berbagai agama dan kepercayaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa haruslah
merupakan satu kesatuan bangsa yang bulat
dalam arti
yang seluas-luasnya. Meski
pun berbeda, Indonesia tetaplah satu.
3
Indonesia sebagai Satu Kesatuan
Pertahanan dan Keamanan
Setiap warga
negara memiliki hak dan kewajiban yang sama dalam
rangka bela negara dan bangsa. Setiap ancaman
terhadap suatu pulau atau suatu daerah
pada hakikatnya merupakan ancaman terhadap
seluruh bangsa Indonesia.
4
Indonesia sebagai Satu Kesatuan Ekonomi
Kekayaan wilayah
Nusantara baik itu yang berupa potensial maupun efektif adalah modal dan milik bersama
bangsa. Keperluan hidup sehari-hari harus tersedia merata di
seluruh wilayah tanah
air. Tak ada alasan untuk
lebih mementingkan daerah
A dan menelantarkan daerah
yang lain. Atau, bahkan menguras atau mengeruk kekayaan daerah B untuk kepentingan daerah yang lain. Tingkat
perkembangan ekonomi harus merata dan seimbang di seluruh daerah,
tanpa meninggalkan ciri-ciri khas yang dimiliki oleh
daerah-daerah dalam pengembangan kehidupan
ekonominya.
5
Indonesia sebagai Satu Kesatuan
Sosial dan budaya
Masyarakat Indonesia
seluruhnya adalah satu. Perkehidupan bangsa
harus merupa- kan kehidupan
yang serasi dengan terdapatnya tingkat kemajuan masyarakat yang sama, merata
dan seimbang serta
adanya keselarasan kehidupan yang sesuai dengan kemajuan bangsa. Budaya Indonesia pada hakikatnya
adalah satu, sedangkan keragaman yang ada di alamnya
menggambarkan kekayaan budaya
bangsa yang menjadi modal dan landasan pengembangan budaya nasional. Khusus mengenai wilayah Indonesia, sejarah mencatat
pada 13 Desember 1957, pemerintah Indonesia mengeluarkan Deklarasi Djuanda.
Deklarasi itu menyatakan:
”Bahwa
segala perairan di sekitar, di antara, dan yang menghubungkan pulau-pulau yang termasuk dalam daratan Republik Indonesia, dengan
tidak memandang luas
atau lebarnya, adalah
bagian yang wajar dari wilayah
daratan Negara Republik Indonesia
dan dengan demikian
merupakan bagian daripada
perairan pedalaman atau perairan
nasional yang berada di bawah
kedaulatan Negara Republik Indonesia. Penentuan batas laut 12 mil yang diukur dari garis-garis yang menghubungkan titik terluar pada pulau-pulau Negara Republik Indonesia akan ditentukan dengan
Undang-Undang.”
Sebelumnya, pengakuan masyarakat internasional mengenai
batas laut teritorial hanya sepanjang 3 mil laut terhitung dari garis pantai
pasang surut terendah. Deklarasi Juanda menegaskan bahwa
Indonesia merupakan satu kesatuan wilayah
Nusantara. Laut bukan
lagi sebagai pemisah, tetapi sebagai pemersatu bangsa Indonesia. Berdasarkan Deklarasi Juanda, Indonesia menganut
konsep negara kepulauan yang berciri
Nusantara (archipelagic state). Konsep
itu kemudian diakui
dalam Konvensi Hukum Laut PBB 1982 (UNCLOS
1982 = United Nations
Convention on the
Law of the Sea) yang ditandatangani di Montego
Bay, Jamaika, tahun 1982.
Indonesia kemudian meratifikasi UNCLOS 1982 tersebut dengan menerbitkan Undang- Undang Nomor 17 Tahun 1985. Sejak itu, dunia internasional mengakui
Indonesia sebagai negara kepulauan.
Berkat pandangan visioner dalam Deklarasi Djuanda, bangsa Indonesia akhirnya memiliki tambahan wilayah seluas 2.000.000 km2, termasuk
sumber daya alam yang dikandungnya.
D. Mewujudkan
Perilaku Semangat dan Komitmen Kebangsaan dalam Kehidupan
Permasalahan bangsa
ke depan makin
komplek baik dari
ideologi, sosial, ekonomi maupun pertahanan keamanan. Bangsa
ini masih banyak
pekerjaan rumah untuk menjadi bangsa yang besar dan bermartabat. Tantangan yang makin besar ini
menuntut seluruh komponen anak bangsa bersatu, bahu-membahu
untuk mengejar ketertinggalan dengan bangsa
lain di dunia.
Setiap jiwa yang lahir di bumi pertiwi harus mempunyai peranan untuk
ikut berkontribusi memajukan bangsa sesuai dengan jabatan dan kompetensinya. Jika bangsa ini terus berseteru di internal, akan sulit untuk
unjuk gigi dalam percaturan dunia yang sangat
kompetitif. Konflik hanya
akan membuat bangsa
ini mengalami perpecahan dan jika dibiarkan, akan mengganggu stabilitas negara. Pada gilirannya, itu mengguncang keutuhan Negara Kesatuan Republik Indonesia.
Hal yang harus kita
tanggulangi dalam rangka mempertahankan keutuhan Negara Kesatuan Republik
Indonesia adalah ancaman.
Ancaman adalah setiap
upaya dan kegiatan, baik dari dalam
negeri maupun luar
negeri yang dinilai
mengancam atau membahayakan kedaulatan negara,
keutuhan wilayah negara,
dan keselamatan segenap bangsa.
Bagaimana agar
keutuhan Negara Kesatuan Republik Indonesia tetap terjaga? Salah satu caranya
adalah kita sebagai
warga negara berpartisipasi dalam upaya menjaga
keutuhan wilayah dan bangsa Indonesia. Berpartisipasi artinya turut serta atau terlibat
dalam kegiatan-kegiatan yang
dapat menjaga keutuhan
wilayah dan bangsa Indonesia. Untuk turut
menjaga keutuhan Negara
Kesatuan Republik Indonesia, diperlukan sikap-sikap berikut.
1)
Cinta Tanah Air
Sebagai warga negara
Indonesia, kita wajib mempunyai rasa cinta
terhadap tanah air. Cinta tanah air dan bangsa dapat diwujudkan dalam berbagai hal, antara lain sebagai berikut.
·
Menjaga keamanan
wilayah negaranya dari ancaman yang datang dari luar
maupun dari dalam negeri.
·
Menjaga kelestarian lingkungan dan
mencegah terjadinya pencemaran
·
lingkungan.
·
Mengolah kekayaan alam dengan
menjaga ekosistem guna meningkatkan
·
kesejahteraan rakyat.
·
Rajin belajar guna menguasai ilmu pengetahuan dari berbagai disiplin
·
untuk diabdikan kepada negara.
2)
Membina Persatuan dan Kesatuan
Pembinaan persatuan dan kesatuan harus
dilakukan di mana
pun kita berada: di lingkungan keluarga, sekolah,
masyarakat, bangsa, dan negara. Tindakan yang menunjukkan usaha membina persatuan
dan kesatuan, antara lain sebagai berikut.
•
Menghormati antarsesama manusia.
•
Tidak membeda-bedakan manusia.
•
Menjalin persahabatan antarsuku bangsa.
•
Mempelajari budaya sendiri dan memahami budaya
daerah lain.
•
Memperluas pergaulan demi persatuan
dan kesatuan bangsa.
•
Mengerti dan merasakan kesedihan dan penderitaan orang lain.
3)
Rela
Berkorban
Sikap rela berkorban adalah sikap yang
mencerminkan adanya kesediaan dan keikhlasan memberikan sesuatu
yang dimiliki untuk orang lain, walaupun akan menimbulkan penderitaan bagi diri sendiri. Kerelaan
berkorban dalam menjaga keutuhan NKRI
dapat dilakukan dengan
hal-hal sebagai berikut.
a. Berkorban dengan tenaga atau dengan bekerja.
b. Berkorban dengan
menyumbangkan pemikiran bagi
keutuhan NKRI.
c. Berkorban untuk
menahan diri tidak berbuat sesuatu yang merugikan
d. bangsa dan negara.
e. Berkorban dengan
harta yang dimiliki untuk kejayaan bangsa
dan negara.
4)
Pengetahuan Budaya dalam Mempertahankan NKRI
Era globalisasi yang ditandai dengan perkembangan
kemajuan ilmu penge- tahuan, teknologi, komunikasi, dan informasi telah mendorong perubahan dalam aspek kehidupan manusia,
baik pada tingkat
individu, tingkat kelompok, maupun tingkat nasional. Untuk menghadapi era globalisasi agar
dapat dimanfaatkan semaksimal mungkin
dan ditangkap secara tepat, kita memerlukan perencanaan yang matang
di antaranya adalah
sebagai berikut.
a. Kesiapan SDM,
terutama kesiapan dengan
pengetahuan yang dimiliki
dan
b. kemampuannya.
c.
Kesiapan
sosial budaya untuk terciptanya suasana yang kompetitif dalam berbagai sektor kehidupan.
d. Kesiapan keamanan, baik stabilitas politik
dalam negeri maupun
luar negeri
e. /regional.
f.
Kesiapan perekonomian rakyat.
Di bidang pertahanan negara, kemajuan tersebut
sangat memengaruhi pola dan bentuk ancaman. Ancaman terhadap
kedaulatan negara yang semula bersifat konvensional
berkembang menjadi multidimensional (fisik dan nonfisik), baik berasal dari luar negeri maupun dari dalam negeri.
Oleh karena itu, kebijakan
strategis penggunaan kekuatan
pertahanan diarahkan untuk
menghadapi ancaman atau gangguan
terhadap keamanan nasional. Kekuatan pertahanan tidak hanya digunakan
untuk menghadapi ancaman, tetapi
juga untuk membantu pemerintah dalam upaya pembangunan nasional dan
tugas-tugas internasional.
5) Sikap dan Perilaku Menjaga
Kesatuan NKRI
Mempertahankan kesamaan dan kebersamaan, yaitu
kesamaan memiliki bangsa, bahasa persatuan, dan tanah air Indonesia, serta memiliki pancasila, Undang-Undang Dasar 1945,
dan Sang Saka Merah Putih.
Kebersamaan dapat diwujudkan dalam bentuk mengamalkan nilai-nilai Pancasila dan UUD 1945.
a.
Memiliki semangat
persatuan yang berwawasan Nusantara, yaitu semangat mewujudkan persatuan dan kesatuan di segenap aspek
kehidupan sosial, baik alamiah maupun aspek sosial
yang menyangkut kehidupan bermasyarakat. Wawasan nusantara meliputi kepentingan yang sama, tujuan
yang sama, keadilan, solidaritas, kerja sama, kesetiakawanan terhadap ikrar bersama.
b.
Menaati peraturan. Salah satu cara menjaga keutuhan
Indonesia adalah dengan
menaati peraturan. Peraturan dibuat untuk mengatur kehidupan berbangsa dan bernegara.Tujuannya agar Indonesia menjadi
lebih baik. Melalui peraturan, Indonesia akan selamat
dari kekacauan. Taat kepada undang-undang dan peraturan berlaku
bagi seluruh rakyat Indonesia. Peraturan berlaku baik untuk presiden maupun
rakyat biasa, baik tua maupun muda, baik yang kaya maupun yang miskin, baik laki-laki maupun perempuan.
E.
Sikap Positif terhadap Nilai Kebangsaan
Menampilkan
sikap positif artinya menunjukkan perilaku atau perbuatan baik dalam kehidupan
bermasyarakat, berbangsa dan bemegara. Menampilkan sikap positif terhadap Nilai kebangsaan berarti
menunjukkan perilaku atau perbuatan yang baik terhadap Nilai Kebangsaan Indonesia
Berikut
merupakan behtuk perilaku atau perbuatan yang baik nilai kebangsaan antara lain dalam bidang :
1. Di bidang politik
a.
Menggunakan hak pilih aktif maupun hak pilih pasif dalam
pemilu
b.
Menjadi anggota atau pengurus partai politik
c.
Menyampaikan kritik yang sifatnya membangun terhadap
pemerintah
d.
Melakukan penolakan terhadap kebijakan pemerintah yang
merugikan kepentingan umum
2. Di bidang hukum
a. Mentaati
peraturan yang berlaku
b. Tidak main hakim sendiri
c. Melakukan
penolakan terhadap penahanan yang tidak prosedural
d. Mengusulkan agar para penegak hukum yang
melanggar hukum harus diadili
e. Meminta didampingi penasehat
hukum bila sedang terkena proses hukum di pengadilan
3. Di bidang ekonomi
a.
Ikut memajukan koperasi didesanya
b.
Menolak kawasan pertanian untuk dijadikan alih fungsi
c.
Menciptakan lapangan kerja
4. Di bidang sosial
a.
Menjaga kebersihan lingkungan tempat tinggal
b.
Mengutamakan penduduk miskin mendapat pelayanan
c.
Menjaga kerukunan antarumat beragama
d.
Menjaga kerukunan, persatuan dan kesatuan warga
5. Di bidang kebudayaan
a.
Ikut serta melestarikan kebudayaan daerahnya
b.
Membina dan mengembangkan kesenian daerah
c.
Menggunakan bahasa Indonesia dengan baik dan benar
6. Di bidang pertahanan dan keamanan
a.
Ikut serta dalam usaha bela negara
b.
Ikut aktif dalam kegiatan siskamling
c.
Menegakkan disiplin diri, sosial, dan nasional
Dengan perbuatan atau perilaku yang baik dari
warga negara terhadap nilai-nilai kebangsaan, baik dalam kehidupan pribadi, sekolah,
masyarakat, berbangsa maupun bernegara berarti telah menjaga kelestarian serta
tegaknya negara sekaligus kelangsungan hidup berbangsa dan bernegara Indonesia.